Percayalah, aku pernah menjadi perempuan paling bahagia.
Sampai kenyataan demi kenyataan datang begitu saja. Kenyataan yang ingin kuhindari. Untuk apa? Bukankah aku lebih bahagia jika aku lari dari itu semua? Oh, bahagia? Setidaknya aku bisa berpura-pura. Aku bisa menyamar menjadi perempuan paling bahagia, lalu memulai cerita baru dengan wajah baru. Dengan topeng baru yang kuciptakan. Bukankah aku sudah melakukannya?
Iya kan? Aku tampak bahagia kan?
Tapi kenapa lagi-lagi kenyataan membawaku pada rasa sakit itu lagi? Aku sudah membebat lukaku berkali-kali agar sakitnya tak terasa. Harusnya tak ada rasa yang tersisa lagi. Harusnya aku sudah melangkah jauh, dengan cerita baru yang kubuat. Untuk apa membuka cerita lama yang tak pernah bisa kubuat indah? Tapi mengapa langkahku selalu tertahan?
Karena kamu belum memaafkan semuanya. Kamu bahkan belum memaafkan dirimu sendiri. Kamu hanya berpura-pura.
Begitu suara hatiku. Yang ingin kubungkam.
Aku ingin menutup telinga setiap kali hatiku menyebut namamu. Percuma, aku bahkan bisa mendengarnya tanpa telingaku. Aku ingin melangkah tanpa bayang-bayang sakit itu. Aku ingin menjadi aku.
Aku ingin menulis ceritaku sendiri.
Aku ingin memaafkan.
Tapi bagaimana aku harus memulai?
Apakah, semua hal yang menahan langkahku ini, barangkali adalah pertanda, bahwa aku harus memulai sebuah perjalanan bernama memaafkan? .
.
.
📝 : ahimsa azaleav
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya.